SEJAK Juni 2013, nilai tukar Rupiah cenderung melemah.
Hal yang sama juga dialami oleh mata uang beberapa negara emerging markets
(negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat)
lainnya. Selama Juni-Agustus 2013, nilai tukar Lira Turki jatuh sebesar 10
persen; nilai tukar Rupee India jatuh sebesar 20 persen; dan nilai tukar Rupiah
serta Real Brazil jatuh sekitar 15 persen.
Akibat Nilai Tukar
Rupiah Melemah
Nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi
penawaran-permintaan (supply-demand) atas mata uang tersebut. Jika
permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawarannya tetap atau
menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan naik. Kalau penawaran sebuah mata
uang meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai tukar
mata uang itu akan melemah. Dengan demikian, Rupiah melemah karena penawaran
atasnya tinggi, sementara permintaan atasnya rendah.
Namun, apa yang menyebabkan penawaran atas Rupiah tinggi,
sementara permintaan atasnya rendah? Setidaknya ada dua faktor.Pertama,
keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia. Keluarnya
investasi portofolio asing ini menurunkan nilai tukar Rupiah, karena dalam
proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata uang negara lain untuk
diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi peningkatan penawaran atas
Rupiah.Adapun indikasi dari keluarnya investasi portofolio asing ini bisa
dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung menurun seiring
dengan kecenderungan menurun dari Rupiah.
Dampak Melemahnya Rupiah
Ketika nilai tukar sebuah mata uang melemah, maka yang
biasanya mencolok terkena dampaknya adalah harga komoditi impor, baik yang
menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi (bahan baku dan barang modal).
Karena harga komoditi impor dipatok dengan mata uang negara asal, maka jika
nilai mata uang negara tujuan jatuh, harga komoditi impor naik.
Namun, anjloknya Rupiah bukan hanya berdampak pada
kenaikan harga komoditi impor saja.Dampak lainnya yang juga penting adalah
kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri, karena utang luar negeri
dipatok dengan mata uang asing. Logikanya sama dengan dampak pelemahan Rupiah
pada komoditi impor. Jika di Indonesia, nilai tukar Rupiah berbanding Dollar AS
jatuh sebesar 30%, maka nominal Rupiah dari utang yang dipatok dalam Dollar AS
akan naik sebesar 30%. Sampai dengan Maret 2013, total utang luar negeri Indonesia
adalah 254,295 miliar Dollar AS, dengan utang pemerintah dan bank sentral
sebesar 124,151 miliar Dollar AS serta utang swasta sebesar 130,144 miliar
Dollar AS.
Jatuhnya nilai tukar Rupiah disebabkan oleh setidaknya
dua faktor, yakni (1) keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari
Indonesia akibat rencana pengurangan QE oleh the Fed; (2) neraca nilai
perdagangan Indonesia yang defisit. Adapun dampaknya adalah (1) kenaikan harga
komoditi impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi.Adapun
kenaikan harga alat-alat produksi impor bisa berdampak pada kenaikan harga
komoditi yang diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar) alat-alat
produksinya impor; (2) kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri. Kedua
dampak ini, pada gilirannya, akan memukul berbagai lapisan masyarakat.
Namun, perlu disebutkan di sini bahwa “penyebab” yang
dipaparkan di atas barulah “penyebab langsungnya” (immediate causes),
bukan “akar masalahnya.”Pembahasan tentang akar masalah berada di luar lingkup
tulisan ini.Tetapi, kita bisa mengajukan beberapa pertanyaan sebagai titik
berangkat untuk menelusuri akar masalahnya.Pertama, terkait dengan
keluarnya investasi portofolio asing dari Indonesia, ini sebenarnya merupakan
masalah klasik mengenai mobilitas kapital antar-negara.Tingkat mobilitas
kapital yang tinggi menyebabkan volatilitas mata uang.
NAMA: HERI
NIM: 01113133
Tidak ada komentar:
Posting Komentar