Rabu, 28 Januari 2015

Krisis Mata Uang Rupiah, Apa Penyebab dan Dampaknya?



SEJAK Juni 2013, nilai tukar Rupiah cenderung melemah. Hal yang sama juga dialami oleh mata uang beberapa negara emerging markets (negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat) lainnya. Selama Juni-Agustus 2013, nilai tukar Lira Turki jatuh sebesar 10 persen; nilai tukar Rupee India jatuh sebesar 20 persen; dan nilai tukar Rupiah serta Real Brazil jatuh sekitar 15 persen.
Akibat Nilai Tukar Rupiah Melemah
Nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran-permintaan (supply-demand) atas mata uang tersebut. Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawarannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan naik. Kalau penawaran sebuah mata uang meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan melemah. Dengan demikian, Rupiah melemah karena penawaran atasnya tinggi, sementara permintaan atasnya rendah.
Namun, apa yang menyebabkan penawaran atas Rupiah tinggi, sementara permintaan atasnya rendah? Setidaknya ada dua faktor.Pertama, keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia. Keluarnya investasi portofolio asing ini menurunkan nilai tukar Rupiah, karena dalam proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata uang negara lain untuk diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi peningkatan penawaran atas Rupiah.Adapun indikasi dari keluarnya investasi portofolio asing ini bisa dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung menurun seiring dengan kecenderungan menurun dari Rupiah.
 Dampak Melemahnya Rupiah
Ketika nilai tukar sebuah mata uang melemah, maka yang biasanya mencolok terkena dampaknya adalah harga komoditi impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi (bahan baku dan barang modal). Karena harga komoditi impor dipatok dengan mata uang negara asal, maka jika nilai mata uang negara tujuan jatuh, harga komoditi impor naik.
Namun, anjloknya Rupiah bukan hanya berdampak pada kenaikan harga komoditi impor saja.Dampak lainnya yang juga penting adalah kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri, karena utang luar negeri dipatok dengan mata uang asing. Logikanya sama dengan dampak pelemahan Rupiah pada komoditi impor. Jika di Indonesia, nilai tukar Rupiah berbanding Dollar AS jatuh sebesar 30%, maka nominal Rupiah dari utang yang dipatok dalam Dollar AS akan naik sebesar 30%. Sampai dengan Maret 2013, total utang luar negeri Indonesia adalah 254,295 miliar Dollar AS, dengan utang pemerintah dan bank sentral sebesar 124,151 miliar Dollar AS serta utang swasta sebesar 130,144 miliar Dollar AS.
Jatuhnya nilai tukar Rupiah disebabkan oleh setidaknya dua faktor, yakni (1) keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia akibat rencana pengurangan QE oleh the Fed; (2) neraca nilai perdagangan Indonesia yang defisit. Adapun dampaknya adalah (1) kenaikan harga komoditi impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi.Adapun kenaikan harga alat-alat produksi impor bisa berdampak pada kenaikan harga komoditi yang diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar) alat-alat produksinya impor; (2) kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri. Kedua dampak ini, pada gilirannya, akan memukul berbagai lapisan masyarakat.
Namun, perlu disebutkan di sini bahwa “penyebab” yang dipaparkan di atas barulah “penyebab langsungnya” (immediate causes), bukan “akar masalahnya.”Pembahasan tentang akar masalah berada di luar lingkup tulisan ini.Tetapi, kita bisa mengajukan beberapa pertanyaan sebagai titik berangkat untuk menelusuri akar masalahnya.Pertama, terkait dengan keluarnya investasi portofolio asing dari Indonesia, ini sebenarnya merupakan masalah klasik mengenai mobilitas kapital antar-negara.Tingkat mobilitas kapital yang tinggi menyebabkan volatilitas mata uang. 

NAMA: HERI
NIM: 01113133

Tidak ada komentar:

Posting Komentar